Cuma
Cinta Cuma-Cuma
Yoza
Sembodo, tak ada yang tak kenal dengan Yoza Sembodo di sekolahnya. Yoza anak
pertama dari keluarga pengusaha kaya, Agung Sembodo. Dia tipe laki-laki yang
flamboyan, begitu menarik. Meskipun baru 17 tahun, pesona Yoza telah memikat
kaum hawa di sekolahnya. Mungkin
tak hanya di sekolahnya, di tempat les atau tempat nongkrong, dia selalu terlihat
menarik.
Sekilas,
Yoza terlihat begitu sempurna. Tapi, benarkah dia sempurna? Pastinya tidak.
Karena tak ada manusia yang sempurna. Yoza bukan siswa yang pandai. Ia masuk
dalam program ilmu alam di sekolahnya karena bantuan sahabatnya. Rithalia. Alia
sahabat terbaik Yoza yang selalu bersedia membantunya. Persahabatan itu
terjalin sejak mereka masih kecil karena rumah mereka berdekatan. Meskipun Alia
bukan anak orang kaya seperti Yoza, Alia tak pernah minder karena ia memiliki
kelebihan dibangding Yoza. Begitupun Yoza yang tak pernah merendahkan Alia
karena ia sadar bahwa Alia yang selama ini membantu ia belajar.
“Al, aku jadian sama Dian.” Curhat
Yoza pada Alia ketika mereka belajar bersama di rumh Yoza.
“Maksudmu Diandra?” Tanya Alia
meyakinkan.
“Yupz!” Jawab Yoza mantab dan
bangga.
“Kamu ‘kan belum sebulan putus dari
Risa?” Alia masih belum percaya dengan Yoza.
“Masa bodo! Cewek matre kayak Risa gak pantes ditangisi
lama-lama.” Timpal Yoza agak ketus.
“Iya sih! Tapi, apa Kamu
yakin kalo Dian gak matre juga kayak mantan-mantanmu itu?” Tanya Alia.
“Aku belum yakin sih! Tap,
kita lihat dulu aja nanti.” Jawab Yoza meragu.
“Aku Cuma mengingatkan
saja. Banyak cewek yang tergila-gila padamu karena Kamu anak orang kaya. Memang
sulit membedakan mana yang benar-benar mencintaimu sebagai dirimu sendiri atau
yang hanya mencintai kekayaan orang tuamu. Wanita
terlalu pintar bersandiwara.” Tutur Alia.
Yoza terdiam seolah membenarkan
perkataan Alia itu. Memang, dari sekian gadis yang pernah menjadi pacarnya tergolong
materialistis. Sebenarnya dia jenuh dengan keadaannya sekarang. Terkadang dia
berpikir, jika dia bukan anak dari orang kaya, akankah tetap banyak gadis yang
mendekatinya? Tapi, ego mudanya untuk hura-hura masih begitu kuat untuk
ditentang.
Alia menepuk pundak Yoza yang tengah
termenung itu. Yoza menatap lekat Alia yang tengah memamerkan senyum
termanisnya. Tatapan itu menghujam dalam mengusik relung kalbu terdalam Alia.
* *
*
Yoza begitu asyik bercengkerama
dengan Dian di perpus sekolah. Mereka asyik membahas majalah fashion yang biasa
dibawa Dian. Semua siswa tahu bahwa Dian siswa yang stylish, modis dan entah
apalagi sebutannya. Dia tak segan-segan mengeluarkan uang untuk penampilan
terbaiknya.
“Al, ayo gabung sini!” Ajak Dian
pada Alia yang tengah duduk sendiri di bangku seberang agak jauh dari tempat
Yoza dan Dian duduk.
Alia tersenyum. Ia memang lebih
menyukai Dian daripada pacar Yoza yang dulu. Hanya Dian yang mau bersikap baik
padanya dan menganggapnya sebagai sahabat seperti Yoza. Pacar-pacar Yoza yang
dulu tak pernah suka pada kedekatannya dengan Yoza. Dan hal itu juga membuat
Yoza mudah untuk memutuskan pacarnya. Karena mau bagaimanapun, Yoza masih butuh
Alia dan Yoza telah menganggap Alia sebagai saudaranya sendiri. Yoza pun juga
menyuki sikap Dian yang baik pada Alia.
Alia mendekat, kemudian duduk di
dekat Dian dan Yoza.
“Kenapa suka menyendiri sih, Al?” Tanya
Dian enteng.
Alia tersenyum. “Takut mengganggu.”
Jawab Alia begitu polosnya.
“Kamu gak ganggu kok. Malah asyik
kalo makin banyak oang ‘kan makin rame gitu.” Sergah Dian.
“Alah, Alia tuh menyendiri biar kalo
pas baca novel terus nangis gak ada yang lihat.” Goda Yoza.
Alia mendelik.
“O, gitu! Berarti malah kita dong
yang ganggu Alia?” Canda Dian.
“Gak usah percaya omongan Yoza.”
Balas Alia.
“Ya udah deh! Lanjutin aja bacanya,
Al.” Kata Dian menengahi.
Alia kembali larut dalam suasana
roman yang dibacanya. Dian yang Tak Kunjung Padam karya Sutan Takdir
Alisjahbana. Namun, ia masih bisa
dengar dengan jelas pembicaraan Yoza dan Dian.
Sesekali Alia mengerutkan
kening mendengar pembicaraan Yoza dan Dian karena Dian merengek untuk membeli
suatu aksesoris yang ada dalam majalah yang dibawanya itu. Apalagi saat Yoza
menyetujui dan berjanji akan membelikan aksesoris yang diinginkan Dian. Dalam
hati Alia menyayangkan sikap Yoza yang memanjakan pacarnya. Sebagai seorang
wanita, terkadang Alia juga ingin dimanja, tapi dia tahu bahwa tak selamanya
kebahagiaan karena materi.
* * *
“Udah ngeluarin berapa
duit buat Dian?” Sindir Alia pada Yoza saat mereka tengah
duduk-duduk santai di depan rumah Alia.
“Ah, cuma beli bando sama jam tangan
buat Dian. Gak mahal kok!” Balas Yoza.
“Gak mahal? Kamu keterlaluan!”
Timpal Alia jengkel.
“Bagiku itu wajar.” Bela Yoza.
“Coba bayangkan kalo orang tuamu gak
setajir itu, apakah Kamu akan tetap katakan itu wajar?” Desak Alia.
Yoza terdiam membenarkan Alia. Dia
memang hanya bisa menghambur-hamburkan uang orang tuanya. Tapi, memang hasrat muda itu masih begitu sulit untuk
ditentang.
“Za,
aku gak mau Kamu terus-terusan hanya dimanfaatkan pacarmu.” Ungkap Alia.
Yoza tetap tak bergeming.
Alia meraih tangan Yoza. Yoza
menatap lekat Alia, terasa menghujam jantung. “Masih ada gadis yang mau
mencintaimu sebagai dirimu sendiri, bukan Yoza Sembodo anak dari seorang
pengusaha kaya Agung Sembodo.” Tutur Alia lembut.
Yoza masih tak bergeming menatap
sepasang mata yang mengalirkan air itu. Ada sedikit getaran terselip
dibenaknya. Ia merasa sepasang mata itu menyiratkan sebuah asa yang terpendam
dalam. Lama. Dengan segala kelelahan yang tergurat di wajah cantik gadis di
hadapannya. Cinta.
* *
*
Akhirnya
Yoza meninggalkan Dian. Memang tak mudah untuk memberi pengertian pada Dian
tentang alasannya untuk putus. Butuh waktu untuk membuat Dian mau menerima
keputusannya itu. Entah. Yoza pun bingung, ia merasa begitu yakin Alia memiliki
cinta yang lebih dibanding gadis lain. Ia merasa begitu yakin akan hal itu,
mungkin karena ia sudah lama mengenal Alia. Ia sudah tahu pribadi Alia. Selama ini, Alia hanya
mengagumi seseorang. Hendra Susilo. Pak Hendra, guru bahasa Indonesia di
sekolahya. Dan Alia benar-benar patah hati saat pak Hendra menikah. Karena hal
itu, Alia sakit selama sebulan, bahkan Alia pernah kepergok meminum racun serangga.
Untung, Alia masih bisa diselamatkan.
Tragedi itu terjadi setahun lalu. Hingga kini, Yoza belum
mendengar lagi Aia jatuh cinta. Tapi, kini ia yakin Alia jatuh cinta padanya.
Dia yakin pada apa yang dirasakannya itu. Ia tahu, jika Alia jatuh cinta Alia
akan mencintai orang itu sepenuh hatinya.
* *
*
Telah beberapa minggu Yoza dan Alia
meresmikan hubungan mereka menjadi pacaran. Tentu saja ada cibiran atau
kemakluman. Banyak yang mencibir karena mereka menganggap Alia memanfaatkan
kepandaiannya untuk menggaet Yoza sehingga ia bisa ikut merasakan kekayaan
orang tua Yoza. Bagi mereka yang memaklumi, mereka tahu Yoza dan Alia telah
lama bersahabat baik. Sebuah kewajaran jika mereka saling jatuh cinta.
Selama ini, Yoza yang sering
mengajak Alia untuk keluar jalan-jalan. Orang tua Alia yang selama ini
mengekang Alia, dengan senang hati mengizinkan putri bungsunya untuk keluar
dengan Yoza. Mereka tahu siapa Yoza, mereka juga sangat mengenal keluarga Agung
Sembodo.
Yoza mengajak Alia makan di restoran
yang mahal yang belum pernah Alia kunjungi sebelumnya. Yoza memanjakannya
dengan membelikannya berbagai macam aksesoris. Alia yang lugu dan sederhana,
dalam sekejap berubah menjadi modis. Alia menjadi terbiasa hidup dengan
kemewahan yang Yoza berikan. Karena hal itu, Alia pun menjadi tak beda dengan
pacar-pacar Yoza yang dulu.
“Sepatunya bagus banget!” Ungkap
Alia kagum saat ia kencan dengan Yoza di suatu mall.
Sebagai lelaki, Yoza begitu tanggap
dan langsung membelikan sepatu itu untuk Alia. Yoza makin merasa Alia tak beda
dengan gadis lain yang suka pada kelimpahan materi yang dimiliki orang tuanya.
Alia terlihat begitu materialistis saat berada di toko buku. Alia yang gemar
membaca itu gemar memborong buku saat ia kencan dengan Yoza. Mau tak mau, Yoza
yang membelikan semua buku yang diborong Alia.
Yoza menyesal. Ia dulu meyakini
bahwa Alia mencintainya bukan karena kekayaan orang tuanya, tapi itu salah
besar. Alia sama dengan mereka. Gadis yang hanya mencintai kelimpahan materi
orang tuanya. Ia juga tak pernah menyangka dengan sikap baru Alia itu. Alia
yang jadi modis, gemar merengek meminta berbagai macam aksesoris. Alia yang
update tentang novel, marayu dengan berbagai cara agar Yoza mau membelikannya
novel terbaru. Bahkan Alia mau diajak makan jika di rumah makan yang mewah.
Yoza merasa bahwa Alia jauh lebih matre daripada pacar-pacarnya yang dulu.
Dan Yoza kini merasa begitu jenuh
dengan dirinya sendiri. Berulang kali ia disukai dan dikejar-kejar gadis hanya
karena kekayaan orang tuanya.
* *
*
“Alia....” Desah Yoza saat mereka
berdua di taman belakang rumah Yoza.
Alia tersenyum, memamerkan deretan
gigi putihnya yang tertata manis. Yoza terpukau sesaat. Memang diakuinya, Alia
terlihat jauh lebih cantik tapi menyebalkan.
“Maaf, aku tak bisa melanjutkan
hubungan kita.” Ungkap Yoza dengan hati-hati.
“Maksudmu?”
“Kita sambung tali yang sempat
terikat erat ini menjadi sebuah persahabatn seperti dulu.” Terang Yoza. Segera
ia menggigit bibirnya. Ia sebal dengan Alia, tapi ia juga tak tega menyakiti
Alia.
Tak seperti yang Yoza duga, Alia
tampak tenang. Ia malah kembali memamerkan senyum termanisnya.
“Boleh tahu apa alasanmu?” Tanya
Alia dengan tenangnya.
“Maaf, Al! Aku merasa Kamu tak beda
dengan Dian, Risa atau mantan pacarku yang dulu. Kamu juga materialistis. Aku merasa Kamu bahkan lebih
matre daripada mereka. Selama ini Kamu tak menyukai mereka karena mereka matre.
Tapi, disaat Kamu berada dalam posisi yang sama dengan mereka, Kamu juga sama
saja dengan mereka. Yang Kamu katakan kemarin tentang mereka itu, kurasa itu
Cuma rasa irimu pada mereka yang kumanja. Kamu adalah sahabat terbaikku, tapi
aku tak pernah memanjakanmu.” Yoza menjawab panjang lebar dengan hati-hati
supaya tidak menyinggung perasaan Alia.
Tapi,
sedikit pun Alia tak terlihat tersinggung. Ia tampak begitu tenang. Tidak
tergurat sedikit pun sakit hati di wajahnya.
“Aku bisa menerima alasan dan
keputusanmu itu, Za.” Ujar Alia.
Yoza tercengang antara senang dan
heran. Ia senang karena Alia tak tersinggung sehingga dia tak perlu tak enak
hati dengan Alia. Tapi, dia heran. Alia beda dengan pacar-pacarnya yang dulu.
Tak seperti Dian atau Risa atau mantannya yang lain yang tak bisa langsung
menerima keputusannya untuk putus. Mereka berontak dan menangis dengan memohon
dan mengeluarkan kata-kata gombal supaya Yoza tak jadi minta putus. Tapi, Yoza
tahu itu hanya trik dan muslihat mereka saja. Namun, alia berbeda, alia
langsung menerima keputusannya. Apakah pelajaran patah hati yang ia rasakan
saat pak Hendra menikah mengajarkannya untuk tegar dan menyikapi sesuatu dengan
bijaksana? Entahlah, karena Yoza hanya bisa menerka-nerka.
“Tapi, aku mau pulang sebentar.
Nanti aku kembali lagi. Kamu jangan ke mana-mana dulu.” Pamit Alia.
Yoza memandangi punggung Alia yang
makin terlihat jauh dan akhirnya tak terlihat lagi dengan berbagai pertanyaan
yang belum ia temukan jawabannya.
Tak lama kemudian, Alia datang
membawa dua amplop coklat berukuran sama dan ketebalan yang berbeda.
“Za, amplop ini berisi uang senilai
Rp 3.754.000,00.” Ujar Alia dengan menyerahkan amplop tebal pada Yoza.
Yoza menerima dengan ragu.
“Maksudmu?”
“Uang itu adalah uang yang Kamu
keluarkan selama kita pacaran. Oya,
amplop ini berisi catatan pengeluaranmu itu. Lengkap kok darri barang yang Kamu
beli beserta harganya. Aku selama ini memang mencatat semua uang yang Kamu
keluarkan untuk kencan kita. Aku harus mengambil seluruh tabunganku untuk
mengembalikan semua uangmu ini.” Terang Alia dengan
menyerahkan amplop yang satu lagi yang lebih tipis.
Sedang Yoza menata Alia tak
mengerti.
Alia tersenyum renyah.
“Selama ini, aku sengaja jadi matre untuk memberimu
pelajaran. Aku tahu kalo Kamu pengen beli HP model terbaru, tapi tante tak mau
membelikan karena Kamu baru dibelikan HP delapan bulan lalu. Tante bilang
padaku, kalo beliau membolehkan Kamu untuk beli HP baru dengan uang tabunganmu
sendiri. Tapi, selama ini Kamu lebih menuruti keinginan pacar-pacarmu sehingga
tabunganmu terbuang sia-sia. Tante tahu itu, tapi tante diam saja. Hingga tante
minta tolong padaku supaya aku bisa membuatmu lebih bisa memanfaatkan unag
tabunganmu sebaik mungkin. Jumlah uang itu mungkin cukup untuk beli HP baru
meski bukan merk HP terbaik.” Alia menuturkan semua
akalnya untuk memberi pelajaran pada Yoza.
Yoza tak bergeming. Ia tak menyangka
bahwa Alia begitu baik dan perhatian padanya. Ia salah telah mengira Alia
matre. Karena nyatanya Alia hanya ingin memberinya pelajaran atas utusan
mamanya.
“Maaf kalo aku mempermainkanmu, Za?”
Pinta Alia dengan penyesalan dan rasa tak enak hati yang menggayut.
“Harusnya aku yang berterima kasih
padamu, Al!” Balas Yoza dengan tetap menunduk, tak berani menatap Alia karena
merasa begitu keliru.
“Itulah gunanya sahabat, Za!
Meluruskan saat sang sahabat salah berbelok arah.” Ungkap Alia sembari mengusap
punggung Yoza.
Yoza ,meraih tangan Alia dan
meremasnya pelan. Menatap tajam ke bola mata Alia. “Jadi, selama Kamu
berpacaran denganku, Kamu tak pernah mencintaiku?” Tanya Yoza dengan
berkaca-kaca.
Alia tersenyum.
“Biarkan aku sendiri dengan
duniaku, Za!” Jawab Alia dalam hati.
Yoza makin menatap tajam, menghujam
dalam bola mata Alia. Namun, Alia malah melepaskan tangannya dari genggaman
Yoza.
Sekali lagi, Alia tersenyum. “Tak
selamanya kebahagiaan karena materi. Cinta tak butuh materi, Za.” Desah Alia.
Lalu, Alia melenggang membiarkan
Yoza sendiri yang setengah mati mencoba mencerna perkataan Alia.
judul saya adaptasi dari sebuah kumpulan surat cinta yang pernah saya baca. maaf, lupa dengan nama penulisnya.
*zalinggar* pecinta sastra