Talijiwo - Sujiwo Tejo Bag. 2
Kekasih, ciumanmu senyap dan tampak terlatih,apa kamu
serdadu apa kamu polisi?Mataku buta disebabkan cinta...
Suatu ketika, Kekasih, di tembokmu yang
anggun dan angkuh, kupaku plakat penantangku bagi pedang manapun yang
meminangmu...
Rinduku tak genap luka, Kekasih, belum
gemilang berdarah darah ...Nantikan tiba kucari kamu di perburuan yang remang
remang
Di pemakaman berkalang senja kau
tunduki nisan seakan aku yang telah tiada, Kekasih, walau yang mati itu baru
nyaliku
Selamat pagi kepada seluruh kenangan
tentang pagi hari, Kekasih..
Dan batu. Dan karang. Bukan lagi
tulisan kaum pengarang. Engkau nyata, Kekasih, melaut di gelombang galauku ..
Telah kau sihir aku, Kekasih, dengan
kepak sayap kelelawar pada kedua alismu, dan keningmu yang merembulan...Mati
aku...
Tatapanmu tajam, Kekasih, menikam ribuan penyair di ragaku,
darahnya ke kaki langit, garis nasibku padamu...
Di tunas itu, Kekasih, tangismu mengembun terusap fajar,
angan2 meremas rinduku ke hutan rasa ..
Kekasih, meski telah kau hapus tulisan
"cinta" di buku kita, dapatkah kau hapus bersih airmataku?...
Kekasih, batu karang yang kau hempas
gelombangmu saban hari itu bukan pertapa. Itulah aku yang kau tampik tapi tak
sirna...
Kupasang naik musik ini, Kekasih, karena tak setiap purnama
dapat kudengar lenguhmu yang bergelombang...
Tak bisa kukenang rembulan gerimis di
lereng Merapi itu, Kekasih, tanpa kukenang airmatamu melereng pipiku..
Bulan terbelah bukit. Di balik bukit, sedang kuterka debur
ombak itu menyuarakan kesepianku ,Kekasih.
“Kalau t’lah lelah dan kau terlampau berkilauan luka,
Kekasih. kupangku, kau kan kupangku,” Dewi Amba ke Bisma
Membawa rinduku padamu, Kekasih, suatu saat angin ‘kan
sampai, sangat sepoi mengusap tangismu..
Jangan lebih lama lagi kau pandangi
senja dan camar2, Kekasih,karena kemanapun berpaling kau akan tetap melihat
airmataku..
Jangan kau injak guguran sayap capung
di lautan pasir, Kekasih, jangan-jangan itu aku yang belum lelah untuk
memahamimu...
Kepadamu aku senyum selalu,Kekasih,sampai
dendamku pun ikutan senyum...padamu...padamu...
Hujan paling Tuhan adalah hujan yang membuat kewalahanku
menanggul banjir puisi padamu, Kekasih..
Aku sedih pada wajah yg sangat merona,
Kekasih, sama menyedihkannya dgn wajah yg sangat merana.
Jancuk itu sedekat sunyi pada sepi di
hidupmu, Kekasih …
Kekasihku
jangan bersedih tidurlah dan bermimpi, kenegeri kehamparan, kehampaan.. Kasih,
Kenegeri Kehamparan, Kehampaan.. Tawa canda. Dan biar kelak anak-anakmu kan
percaya bualanmu, jangan kau bersedih.....
“Tuhan kan
nggak mungkin langsung sedekah ke orang-orang, ya kalianlah sedekah duit kalau
punya duit, sedekah ilmu, sedekah senyum.
Masa sih kalau sudah gitu Tuhan gak bales cintamu? Tapi gak mungkin dia belai-belai langsung rambutmu, sentuh bibirmu.
Maka Tuhan ciptakan “wakil”nya, yaitu pacarmu. Maka doalah, “Tuhan, semoga pacarku ini betul-betul orang yang kau pilihkan untukku.”
Masa sih kalau sudah gitu Tuhan gak bales cintamu? Tapi gak mungkin dia belai-belai langsung rambutmu, sentuh bibirmu.
Maka Tuhan ciptakan “wakil”nya, yaitu pacarmu. Maka doalah, “Tuhan, semoga pacarku ini betul-betul orang yang kau pilihkan untukku.”
Bahwa
menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kamu dapat berencana menikah dengan
siapa, tapi tak bisa rencanakan cintamu untuk siapa... “
*zalinggar rahayu* i'm jancukers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar